Saturday 24 August 2013

Percik-percik iman

 Bismillah.

Kala jiwa ini seperti pepohonan yang merangas di musim gugur, saat itu harus ada yang guyur hujan sebagai pupuk yang menyuburkan hidupnya kembali. kematiannya sesaat akan menumbuhkan kehidupan yang lebih rekah-berkah.


Kala jiwa sedang letih, harus ada penggal waktu untuk jeda. Dalam jeda, siapa tahu mata hati yang tertutup awan gelap, jiwa yang terkotori jelaga dosa serta terkongkong gravitasi syahwat dan gelapnya kesedaran, akan menemukan berkas sinarnya.


Bagi insan beriman, jeda itu bernama percik-percik spiritual. Ya, anda membacanya sambil santai agar wadah iman anda senantiasa terisi penuh. Ini kerana seperti yang kita rasakan, iman itu fluktuatif a.k.a naik dan turun, pasang dan surut. Ada kalanya membumbung tinggi, setinggi-tingginya, seolah diri ini sedang duduk di samping Nabi atau seperti sedang berada di majlis para malaikat. Namun ada kalanya juga menciut ke titik nadir yang terendah, seolah telah cabut dari dada lalu merasa sudah menjadi saudara syaitan, bahkan mungkin dirasakan seperti 'syaitan sejati' dari golongan manusia.


Itulah tentangan or cabaran menjadi manusia. 
Duri-duri penusuk iman terus tertabur berserakan dan rintangan datang menyapa silih berganti dan tidak pernah berkesudahan.  


Hidup ini tidakkan selalu bertatakan bunga-bunga indah semerbak syurgawi, tetapi ia merupakan sebuah pndakian menuju sempurna. Bukankah di hujung perjalanan ini ada syurga bagi yang sukses serta ada neraka bagi yang gagal? Hanya itu. Tiada yang ketiga.


Manusia itu makhluk bayangan.
Ya.

Bayangan malaikat dan syaitan menyelinap ke dalam dirinya. Ia memiliki sisi jinak dan sisi liar sekaligus. Taat di pagi hari, kembali bermaksiat di sore hari. Kelmarin sudah bertaubat, hari ini kembali berdosa; hari ini gelisah, esok gembira.


Yang menjadi tugas terberat manusia adalah memelihara stabilitas iman. Memperbaharuinya selalu agar tidakmenciut ke titik nadir, agar jiwa yang di bumi terus bersambung dengan langit, agar bejana spiritual terus terisi penuh. Iman harus selalu lekat di hati, bahkan saat kematian harus menjemput, ia harus berada di posisi terbaik di puncaknya.


Intinya, dimensi spiritual harus diperhatikan sebab ia alas segala kebaikan. Harus ada upaya serius mengisinya dengan nutrisi spiritual. Salah satu nutrisi spiritual itu adalah membaca percik-percik pembangunan iman dan jiwa, mentadaburi kearifan-kearifan para sufi, mencontohi akhlak luhur orang-orang soleh terdahulu, serta menyerap hikmah hidup daripada mereka. 


'Buku sederhana ini' adalah percik-percik itu. sebahagiannya berisi eksplorasi iman yang tidak berkesudahan, tentang cinta yang membumi, tetapi bernuansa langit, tentang ikhlas yang tidak bertepi, tentang sabar yang tidak ada duanya, tentang memberi tanpa batas, tentang mulianya mulia, tentang bahagianya bahagia, tentang budi pekerti yang tidak terjangkau, tentang semua nilai luhur yang tidak terbatas, tetapi nyaris memudar di tengah-tengah peradaban moden, tentang segenap kebaikan yang fitrah kita mengenalnya dengan baik.


Di tengah-tengah tempuruknya akhlak, rapuhnya iman, membatunya hati, di tengah-tengah tingkat ketidakpedulian manusia yang begitu tinggi serta hidup sendiri-sendiri, kami cuba menghimpun percik-percik spiritualitas yang sarat muatan moral ini. tujuannya adalah mengisi wadah spiritual kita dengan hal-hal ringan, snatai, menyenangkan, tetapi bobot ilmunya tetap terjaga. buku ini juga menjadi hiburan bagi anda aar lara yang mendera tidak bergayut begitu lama. Buku ini tentu tidak mengangankan agar menjadikan anda lebih baik, tetapi hana untuk memberi tahu bahawa diri anda sebenarnya jauh lebih baik daripada yang anda duga. 


Semoga percik-percik bersahaja ini menyadarkan jiwa yang sedang lalai bahawa sesungguhnya hidup ini haruslah memiliki nutrisi iman yang menjadikannya selalu tumbuh subur. Yakinlah bahawa musim semi akan segera menjemput. Dedaunan akan kembali menghijau. Bunga-bunga akan mekar-segar. Burung-burung pun berkicau riang. 


Terpanjat do'a, semoga memperoleh redha Allah s.w.t. Semoga Dia berkenan membimbing kalbu kita di jalan yang dicintai dan diredhai-Nya, Amin.








Dipetik daripada Prolog Lelaki Akhirat dari sudut kota Madinah.
Muhamad Yasir.





No comments:

Post a Comment